Rabu, 08 Oktober 2014

ETIKA BISNIS

 ETIKA UTILITANISME DALAM BISNIS



ETIKA UTILITARIANISME DALAM BISNIS
Utilitarianisme adalah suatu teori dari segi etika normatif yang menyatakan bahwa suatu tindakan yang patut adalah yang memaksimalkan penggunaan (utility), biasanya didefinisikan sebagai memaksimalkan kebahagiaan dan mengurangi penderitaan. "Utilitarianisme" berasal dari kata Latin  utilis, yang berarti berguna, bermanfaat, berfaedah, atau menguntungkanIstilah ini juga sering disebut sebagai teori kebahagiaan terbesar (the greatest happiness theory). Utilitarianisme sebagai teori sistematis pertama kali dipaparkan oleh Jeremy Bentham  dan muridnya, John Stuart Mill Utilitarianisme merupakan suatu paham etis yang berpendapat bahwa yang baik adalah yang berguna, berfaedah, dan menguntungkan.[1][5] Sebaliknya, yang jahat atau buruk adalah yang tak bermanfaat, tak berfaedah, dan merugikan Karena itu, baik buruknya perilaku dan perbuatan ditetapkan dari segi berguna, berfaedah, dan menguntungkan atau tidak. Dari prinsip ini, tersusunlah teori tujuan perbuatan

Teori Tujuan Perbuatan
Menurut kaum utilitarianisme, tujuan perbuatan sekurang-kurangnya menghindari atau mengurangi kerugian yang diakibatkan oleh perbuatan yang dilakukan, baik bagi diri sendiri ataupun orang lain. Adapun maksimalnya adalah dengan memperbesar kegunaan, manfaat, dan keuntungan yang dihasilkan oleh perbuatan yang akan dilakukan. Perbuatan harus diusahakan agar mendatangkan kebahagiaan daripada penderitaan, manfaat daripada kesia-siaan, keuntungan daripada kerugian, bagi sebagian besar orang.  Dengan demikian, perbuatan manusia baik secara etis dan membawa dampak sebaik-baiknya bagi diri sendiri dan orang lain.

Beberapa Ajaran Pokok
·                     Seseorang hendaknya bertindak sedemikian rupa, sehingga memajukan kebahagiaan (kesenangan) terbesar dari sejumlah besar orang
·                     Tindakan secara moral dapat dibenarkan jika ia menghasilkan lebih banyak kebaikan daripada kejahatan, dibandingkan tindakan yang mungkin diambil dalam situasi dan kondisi yang sama
·                     Secara umum, harkat atau nilai moral tindakan dinilai menurut kebaikan dan keburukan akibatnya.
·                     Ajaran bahwa prinsip kegunaan terbesar hendaknya menjadi kriteria dalam perkara etis  Kriteria itu harus diterapkan pada konsekuensi-konsekuensi yang timbul dari keputusan-keputusan etis.
Utilitarianisme Peraturan
·                     Kriteria penilaian moral mendapatkan dasar pada ketaatan terhadap perilakumoral umum
·                     Tindakan moral yang dibenarkan adalah tindakan yang didasarkan pada peraturan moral yang menghasilkan akibat-akibat yang lebih baik.

Nama Kelompok: -Nova Arinda
                               -Rini Fariani
                               -Yuan Ikhsan
Sumber

1.      A. Mangunhardjana. 1997. Isme-isme dalam Etika dari A sampai Z. Jogjakarta: Kanisius. Hal.228-231.
2.      Lorens Bagus. 2000. Kamus Filsafat. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama. Hlm. 1144.
4.      (Indonesia) Bryan Magee. 2001. The Story of Philosophy. Jogjakarta: Kanisius
5.       Robert Audi. 1995. The Cambridge Dictionary of Philosophy. United Kingdom: Cambridge University Press. Hlm. 824-825.Rosen, Frederick. 2003. Classical

                                                               

Bisnis dan Etika

1.         Mitos Bisnis Amoral
Mitos bisnis amoral mengungkapkan suatu keyakinan bahwa antara bisnis dan moralitas atau etika tidak ada hubungan sama sekali. Bisnis tidak punya sangkut paut dengan etika dan moralitas. Keduanya adalah dua bidang yang terpisah satu sama lain. Etika justru bertenatangan dengan bisnis yang ketat, maka orang bisnis tiak perlu memperhatikan imbauan-imbauan, norma-norma dan nilai-nilai moral.
  • Bisnis memang sering diibaratkan dengan judi bahkan sudah dianggap sebagai semacam judi atau permainan penuh persaingan yang ketat.
  • Tidak sepenuhnya benar bahwa sebagai sebuah permainan (judi).
  • Harus dibedakan antara legalitas dan moralitas.
  • Etika harus dibedakan dari ilmu empiris.
  • Pemberitaan, surat pembaca, dan berbagai aksi protes yang terjadi dimana-mana untuk mengecam berbagai pelanggaran dalam kegiatan bisnis, atau mengecam kegiatan bisnis yang tidak baik, menunjukkan bahwa masih banyak orang dan kelompok masyarakat menghendaki agar bisnis dijalankan secara baik dan tetap mengindahkan norma-norma moral.
2.         Keuntungan dan Etika
Beberapa argument yang dapat diajukan untuk menunjukkan bahwa justru demi memperoleh keuntungan etika sangat dibutuhkan, sangat relevan, dan mempunyai tempat yang sangat strategis dalam bisnis dewasa ini.
  • Pelaku bisnis dituntut untuk menjadi orang-orang professional dibidanngnya.
  • Pelaku bisnis modern sangat sadar bahwa konsumen adalah benar-benar raja.
  • Dalam system pasar terbuka dengan peran pemerintah yang bersifat netral tak berpihak tetapi efektif menjaga agar kepentingan dan hak semua pihak dijamin, para pelaku bisnis berusaha sebisa mungkin untuk menghindari campur tangan pemerintah.
  • Perusahaan-perusahaan modern juga semakin menyadari bahwa karyawan bukanlah tenaga yang siap untuk diekploitasi demi mengeruk keuntungan sebesar-besarnya.

3.         Sasaran dan Lingkup Etika Bisnis
Tiga sasaran dan lingkup pokok etika bisnis:
  • Etika bisnis sebagai etika profesi membahas berbagai prinsip, kondisi dan masalah yang terkait dengan praktek bisnis yang baik dan etis.
  • Untuk menyadarkan masyarakat, khususnya konsumen, buruh atau karyawan, dan masyarakat luas pemilik asset umum semacam lingkungan hidup, akan hak dan kepentingan mereka yang tidak boleh dilanggar atau praktek bisnis siapa pun juga.
  • Etika bisnis juga membicarakan mengenai system ekonomi yang sangat menentukan etis tidaknya suatu praktek bisnis.

4.         Prinsip-prinsip Etika Bisnis
Beberapa prinsip umum dalam etika bisnis antara lain:
a)        Prinsip Otonomi
Otonomi adalah sikap dan kemampuan manusia untuk mengambil keputusan dan bertindak berdasarkan kesadarannya sendiri tentang apa yang dianggapnya baik untuk dilakukan.
b)        Prinsip Kejujuran
Prinsip ini merupakan prinsip paling problematic karena masih banyak pelaku bisnis yang mendasarkan kegiatan bisnisnya pada tipu-menipu atau tindakan curang.
c)         Prinsip Keadilan
Yaitu menuntut setiap orang diperlakukan secara sama sesuai dengan aturan yang adil dan sesuai kriteria yang rasional obyektif dan dapat dipertanggung jawabkan.
d)        Prinsip Saling Menguntungkan
Yaitu menuntut agar setiap bisnis dijalankan sedemikian rupa sehingga menguntungkan semua pihak.
e)        Prinsip Integritas Moral
Yaitu dihayati sebagai tuntutan internal dalam diri pelaku bisnis atau perusahaan agar dia menjalankan bisnis dengan tetap menjaga nama baiknya atau nama baik perusahaan.

5.         Etos Bisnis
Etos bisnis adalah suatu kebiasaan atau budaya moral menyangkut kegiatan bisnis yang dianut dalam suatu perusahaan dari satu generasi ke generasi yang lain.

6.         Relativitas Moral dalam Bisnis
Tiga pandangan yang dianut, yaitu:
a)        Norma etis berbeda antara satu tempat dengan tempat yang lain.
b)        Norma sendirilah yang paling benar dan tepat.
c)        Tidak ada norma moral yang perlu diikuti sama sekali.

7.         Kelompok Stakeholders
a)        Kelompok Primer
Yaitu pemilik modal, saham, kreditor, karyawan, pemasok, konsumen, penyalur dan pesaing atau rekanan.
b)        Kelompok Sekunder
Yaitu pemerintah setempat, pemerintah asing, kelompok social, media massa, kelompok pendukung, dan masyarakat.

Nama Kelompok: -Nova Arinda
                               -Rini Fariani
                               -Yuan Ikhsan

Sumber :
Dr. Keraf, A. Sonny. 2006. Etika Bisnis: Tuntutan dan Relevansinya. Yogyakarta: Kanisius

Tidak ada komentar:

Posting Komentar